from eramuslim / Jum`at, 5 Dzulhijjah 1423/07 February 2003 Publikasi 08/08/2002 10:31 WIB
eramuslim - Sebagian di
kalangan wanita masih ada yang menganggap terlahir menjadi seorang wanita adalah
musibah, karena mereka merasa sudah harus menyandang predikat manusia kelas dua
setelah kaum laki-laki. Bahkan pada masanya, pandangan sebagian orangtua dahulu,
melahirkan seorang anak berjenis kelamin wanita adalah satu hal yang tidak perlu
disyukuri (dalam bahasa yang lebih kasar; satu hal yang patut disesali).
Bagaimana tidak, mereka berpikir mengurus anak perempuan lebih sulit dibanding
anak laki-laki. Dari mulai pakaiannya yang lebih mahal (karena lebih beragam)
sampai kepada perwalian ketika menikah yang menjadi kewajiban bagi sang ayah
termasuk mencarikannya jodoh yang baik. Terlebih ternyata sampai kini pun masih
ada suami-suami (dan terkadang istrinya) yang entah disadari atau tidak masih
terjebak dalam kerangka berpikir diskriminasi gender. Lihat saja ungkapan,
“Anakku lelaki dong …” yang diungkapkan dengan bangga ketika kerabatnya
menanyakan jenis kelamin anak yang baru saja lahir. Atau masih adanya (bahkan
sampai kini) keluarga yang belum mau berhenti memiliki anak sebelum mendapatkan
anak laki-laki, meski sudah memiliki lima anak wanita. Wacana-wacana seperti
inilah yang kemudian terus dihembuskan oleh kaum feminis yang kerap salah dalam
memandang perbedaan gender yang seringkali dibahasakan sebagai ‘pembedaan’.
Sebelumnya juga maaf jika judul diatas harus menggunakan kata “menjadi”
karena kata tersebut bisa diartikan sebagai kata transisi atau perubahan dari
satu kondisi kepada kondisi yang lain. Kata “menjadi” yang diletakkan di depan
kata “wanita” bisa saja diartikan dari bukan wanita menjadi wanita. Namun bukan
itu yang dimaksudkan tentu dalam tulisan ini, pemilihan kata “menjadi” didasari
pada satu kondisi bahwa masih banyak kaum wanita yang secara fisik adalah wanita
namun pola berpikir, tingkah laku, penampilan dan bahkan kebiasaan
sehari-harinya pun selalu mengacu kepada obsesi untuk tidak tersaingi oleh kaum
lelaki. Mungkin sebenarnya lebih tepat menggunakan kata “sebagai” yang terasa
lebih pas digunakan di depan kata “wanita”.
Terlahir sebagai wanita bukanlah satu hal yang harus disesali, karena justru
banyak wanita yang merasa bangga sebagai wanita. Ini tentu bukan karena adanya
fenomena makin bertebarannya waria, apalagi di negara-negara tertentu ada
undang-undang yang mengakui eksistensi kaum tersebut. Bahkan di beberapa negara
sering diselenggarakan kontes kecantikan kaum ‘bukan asli wanita’ itu.
Diciptakannya laki-laki karena wanita, atau lebih tepatnya wanita diciptakan
karena memang laki-laki akan hidup kesepian tanpa wanita (baca: kasih sayang dan
ketentraman). Bahwasannya Allah sangat memahami kebutuhan laki-laki (Adam) akan
hadirnya wanita yang bersamanya Allah sematkan kasih sayang, kedamaian dan
ketentraman hidup, maka Dia pun menciptakan makhluk yang bernama wanita (Hawwa)
yang diambil dari salah satu tulang rusuk lelaki.
Bahkan selanjutnya, tak ada yang bisa disombongkan oleh kaum lelaki karena
sehebat dan segagah apapun mereka terlahir dari rahim wanita yang sering
dianggap sebagai makhluk lemah. Lalu atas dasar apa kemudian para wanita tidak
merasa bahwa menjadi wanita adalah satu hal yang seharusnya disyukuri, karena
sungguh mereka berada pada posisi yang tidak pernah bisa disamakan oleh lelaki.
Lihat saja betapa Rasulullah menempatkan seorang wanita (ibu) lebih utama untuk
dipergauli dengan baik.
Wanita dengan segala keistimewaanya, masih terus mendapatkan kenikmatan dari
fitrahnya sebagai kaum Hawwa. Mereka, misalnya, tidak diwajibkan mencari nafkah
karena suami merekalah yang akan memberi nafkah (QS. Annisa:34), karena hal itu
telah diwajibkan atas diri para lelaki yang oleh Allah telah diberikan kelebihan
juga sebagai pemimpin dari bagi wanita. Dan jika belum masanya bagi wanita
berumahtangga maka kewajiban nafkah atas dirinya pun masih ditanggung oleh
ayahnya (yang juga laki-laki).
Kehalusan dan kelembutan sikap yang menjadi ciri khas wanita semakin
melengkapi kepercayaan Allah sejak awal menempatkan sebuah janin di rahimnya
hingga anak yang dikandungnya itu lahir dan besar dengan sentuhan lembut dan
halus yang dimilikinya. Terbukti, disetujui atau tidak oleh kaum lelaki, setiap
anak biasanya akan merasa lebih tentram, nyaman dam tenang bila bersama ibu
mereka. Ini tentu sangat erat dengan hubungan mereka yang begitu mendalam semasa
dalam susuan, apa yang dimakan ibu dirasakan juga oleh anak, perasaan apapun
yang menggangu ataupun menggembirakan ibu, terpancar juga dari tangis dan
senyuman sang anak.
Gambar dari laman sebelah |
Allah Sang Pencipta manusia dengan bentuk yang sempurna pun menambahkan
kesempurnaan wanita dengan bentuk anatomi yang berbeda dari kaum lelaki. Dengan
bentuk dan rupa yang cantik, wanita menjadi makhluk yang terasa tidak indah
dunia tanpa kehadiran keindahan tersendiri dari sosok wanita sehingga tidak
berlebihan jika Allah mewajibkan kaum lelaki menahan pandangannya (QS. An Nuur:
30). Wanita jualah yang kerap melahirkan inspirasi berbagai puisi dan syair lagu
maupun lukisan bertema keindahan.
Tidak hanya itu, sedemikian mulianya
wanita dalam pandangan Islam sehingga menjadikan wanita salah satu yang patut
dilindungi ketika terjadi peperangan, maka teramat mulialah wanita yang justru
ikut bahu membahu bersama kaum lelaki dalam peperangan membela agama Allah.
Nah, dari sekian keistimewaan dan kemuliaan yang dilimpahkan terhadap wanita
tentu seharusnya tidak ada alasan bagi wanita (muslimah) untuk bersikeras
menuntut persamaan hak dan kewajiban dengan kaum lelaki. Selain karena pembedaan
itu tidak ada, karena banyak ayat maupun hadits yang telah menyatakan
ketidakberbedaan keduanya dalam persoalan kesempatan beramal dan mendapatkan
derajat tinggi di sisi Allah. Kalaupun ada perbedaan (bukan pembedaan) itu hanya
perbedaan yang mengikuti sifat kewanitaan yang dimiliki, semisal tingkat
kerasnya pekerjaan. Atau juga hal-hal fitrah yang jelas tidak mungkin bisa
dilakukan oleh laki-laki seperti mengandung, melahirkan dan menyusui.
Selebihnya, tidak ada yang menghalangi wanita untuk meraih sukses dan prestasi
bahkan melebihi lelaki.
Wallahu’alam bishshowaab (oleh : Ummi
Hufha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar